Persidangan perselisihan hasil Pilkada Serentak 2024 di Mahkamah Konstitusi( MK) jadi panggung untuk beberapa advokat ternama dalam membela calon kepala wilayah yang jadi kliennya. Nama- nama semacam Denny Indrayana, Bambang Widjojanto, sampai Hamdan Zoelva jadi deretan kuasa hukum yang dipercaya menanggulangi gugatan para pemohon di persidangan MK.
Dikenal, Denny yang ialah Eks Menteri Hukum serta Hak Asasi Manusia jadi kuasa hukum 2 pendamping calon kepala wilayah yang menggugat hasil Pilkada 2024.
Awal merupakan pendamping calon bupati serta wakil bupati Ogan Komering Ulu no urut 4 Abusama- Misnadi. Setelah itu pendamping calon wali kota serta wakil wali kota Pekanbaru Agung Nugroho- Markarius Anwar.
Denny pula jadi kuasa hukum 2 masyarakat Kota Banjarbaru yang menggugat kemenangan pendamping calon wali kota serta wakil wali kota no 1, Erna Lisa Halaby serta Wartono.
Sebaliknya Hamdan Zoelva yang berstatus Mantan Pimpinan MK ditunjuk jadi kuasa hukum pendamping Ahmad Luthfi- Taj Yasin, buat melawan gugatan hasil Pilkada Jawa Tengah yang dilayangkan pendamping Andika Perkasa- Hendrar Prihadi.
Tetapi, gugatan hasil Pilkada Jawa Tengah 2024 itu pada kesimpulannya dicabut oleh Andika- Hendi di tengah proses sidang.
Sedangkan, Bambang Widjojanto yang tercatat selaku Eks Wakil Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi( KPK) jadi kuasa hukum pendamping Edy Rahmayadi- Hasan Basri dalam gugatan hasil Pilkada Sumatera Utara.
Diwakili Bambang, Edy- Hasan mempersoalkan kemenangan Bobby Nasution- Surya sebab menebak terdapat cawe- cawe kekuasaan. Mengingat, Bobby merupakan menantu Presiden ke- 7 Joko Widodo.
Strategi
Keputusan calon kepala wilayah yang bersengketa di MK buat menunjuk advokat ternama bukan dicoba tanpa alibi.
Periset dari Perkumpulan buat Pemilu serta Demokrasi( Perludem), Haykal memperhitungkan, pemilihan advokat pula jadi bagian dari strategi hukum para calon kepala wilayah buat mengoreksi hasil Pilkada.
Tiap pemohon yang percaya dengan bukti- bukti yang dipunyai hendak mencari kuasa hukum terbaik buat mengelaborasi segala dalil mereka di hadapan majelis hakim konstitusi.
“ Pasti tiap pemohon yang percaya dengan bukti- bukti yang dimilikinya hendak mencari kuasa hukum terbaik yang dapat mengelaborasi segala dalil yang diajukan kepada Mahkamah,” ucap Haykal kepada Kompas. com, Pekan( 26/ 1/ 2025).
“ Aksi itu pula jadi bagian dari strategi yang mereka pakai buat mengoreksi hasil pilkada,” sambungnya.
Tidak mempengaruhi putusan
Haykal meyakini, keberadaan advokat berpengalaman bisa menolong merumuskan serta mengantarkan dalil dalam permohonan dengan lebih jelas.
Walaupun begitu, ia menegaskan kalau vonis MK tidak hendak dipengaruhi oleh siapa kuasa hukum pemohon, termohon, maupun pihak terpaut.
“ Itu bukan berarti Mahkamah hendak memikirkan siapa yang jadi kuasa hukum serta seterkenal apa ia. Sepanjang dalil yang di informasikan jelas serta cerah, hingga itu yang hendak dipertimbangkan Mahkamah,” jelas Haykal.
Sedangkan itu, periset lain di Perludem, Fadli Ramdhanil, berpandangan, gugatan ke MK merupakan langkah konstitusional yang normal dicoba oleh pihak yang merasa dirugikan pada Pilkada.
“ Upaya hukum ke MK merupakan upaya konstitusional, serta jadi bagian dari tahapan Pilkada cocok dengan sistem penegakan hukum pemilu,” kata Fadli.
Vonis MK mempunyai 2 mungkin, ialah membetulkan hasil Pilkada yang diresmikan oleh Komisi Pemilihan Universal( KPU), ataupun mengoreksi hasil tersebut bersumber pada permohonan pemohon.
Sebab itu, lanjut Fadli, walaupun kesempatan menang di MK tidak senantiasa besar, langkah ini jadi jalur terakhir untuk calon kepala wilayah buat mencari keadilan dalam kontestasi Pilkada.
“ Makanya proses di MK berarti untuk para pihak yang merasa dirugikan dari proses pilkada. Tetapi, pada kesimpulannya kekuatan perlengkapan fakta yang hendak memastikan,” jelasnya.